Minggu, 05 September 2010

Ery Wijaya Berkata "Sustainable Energy = Sustainable Money"

Saya menerima email dari salah satu mahasiswa teknik tingkat akhir di kampus berjaket kuning. Dia menyatakan kegelisahan masa depannya sebagai seorang calon insinyur yang sebentar lagi lulus kuliah, dia bertanya pada dirinya sendiri “bisakah saya survive untuk bekerja di ladang sustainable energy? atau haruskah saya mengikuti arus kawan-kawan teknik untuk terjun bekerja di ladang minyak dan gas (migas)?“. Saya dimintanya untuk membantu menemukan jawaban itu. Sebagian besar saya sudah mencoba memberikan jawaban padanya, tapi ijinkanlah saya menshare apa yang saya pahami tentang “janji kebahagiaan” dari sustainable energy di blog ini, semoga bisa menjadi bahan masukan bagi kawan-kawan mahasiswa teknik yang sedang mengalami kegundahan hati yang sama.
Sebelumnya, saya akan memperkenalkan istilah sustainable energy terlebih dahulu. Sustainable energy is the provision of energy such that it meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their needs. Sumber dari sustainable energy mayoritas adalah berasal dari energi terbarukan, meski demikian, teknologi energi nuklir juga bisa dimasukkan sebagai bagian dari sustainable energy. Tidak hanya berkutat pada sumber energi, sustainable energy juga berkaitan dengan energi konservasi seperti penghematan energi, dan pemilihan teknologi yang bisa meningkatkan efisiensi penggunaan energi.
Sebagai salah seorang mantan mahasiswa teknik, saya memahami betul gejolak hati yang melanda hampir sebagian besar mahasiswa teknik tingkat akhir yang ingin bekerja/studi lanjut di bidang sustainable energy. Nun jauh di sana, ladang Migas melambai-lambaikan janji (yang sudah terbukti) pada calon engineer ini dengan gaji berjuta-juta dan fasilitas yang melimpah ruah. Anak muda mana yg tidak tertarik dengan kemakmuran dan kebahagian yang disediakan oleh pekerjaan Migas?. Sementara itu sayup-sayup di sudut yang lain, orang-orang berteriak bahwa dunia terancam akan terpanggang akibat banyaknya gas rumah kaca yang menjebak panas di atmosphere. Kata sekelompok kecil ini, “dunia kita butuh sumber energi yang ramah lingkungan dan tidak menambah sesaknya jumlah gas rumah kaca di langit”. Lalu sekelompok ini menyebut sumber energi itu sebagai “sustainable energy“. Namun sayangnya bekerja di bidang ini tidak terlihat menjanjikan banyak kemakmuran, bahkan kita tidak akan menemukan daftar lowongan insinyur biogas, biomass, wind energy, hydropower energy, dll di halaman koran kompas edisi hari Sabtu. Lantas, jika saya memilih belajar di bidang sustainable energy bisa memperoleh pekerjaan yang saya impikan?
Rasio Cadangan-Produksi Minyak Dunia
Mari kita tengok lebih details data yang disajikan oleh British Petroleum (BP) di atas (klik gambar tersebut untuk resolusi yang lebih besar), dihitung dari tahun 2006, cadangan minyak di dunia yang saat ini diketahui hanya akan bertahan sampai 40,5 tahun produksi. Artinya, pada tahun 2047 tidak akan ada lagi produksi minyak. Lalu bagaimana dengan di Indonesia? mari kita lihat gambar dibawah (klik gambar tersebut untuk resolusi yang lebih besar) yang saya peroleh dari hasil proyeksi Pengkajian Energi Universitas Indonesia (PE-UI). Dihitung dari tahun 2006, kandungan minyak di Indonesia diperkirakan hanya akan bertahan hingga tahun 2025. Dua data dari BP dan PE-UI ini diasumsikan jika cadangan-cadangan minyak dunia yang baru tidak berhasil ditemukan. Saat ini hampir sebagian besar cadangan minyak bumi yang telah dieksplorasi berada di daratan, sedangkan yang masih banyak menjadi misteri adalah keberadaan cadangan minyak di lautan lepas. Sedangkan cadangan gas alam, diperkirakan akan bertahan lebih lama dari pada minyak, karena booming eksplorasi gas alam baru terjadi setelah tahun 1980an. Berpijak dari data di atas, maka kita bisa memperkirakan seberapa lama karir anak-anak muda sekarang di dunia migas, jikalau cadangan minyak Indonesia akan berakhir tahun 2025, itu berarti 15 tahun lagi dari sekarang (tahun 2010).
Rasio Cadangan-Produksi Minyak di Indonesia
Lalu bagaimana dengan karier di bidang sustainable energy?. Untuk memenuhi kebutuhan demand energy yang semakin naik secara tajam, sementara kemampuan penyediaan minyak bumi yang semakin menurun, dunia beralih menggunakan gas alam, barubara, nuklir dan tentu saja energi terbarukan. Isu pemanasan global menjadikan penggunaan batubara  di masa mendatang akan mengalami kendala yang berarti, kecuali clean coal technology berhasil dengan tepat diaplikasikan dalam dunia industri. Perkembangan penggunaan energi ke depan yang paling berpotensial adalah nuklir dan energi terbarukan karena lebih ramah terhadap lingkungan.
Jika potensi penggunaan sustainable energy ke depan sangat besar, lalu kenapa lowongan pekerjaan di bidang ini samar-samar dan bahkan tidak pernah terdengar?. Menurut mbak Aretha Aprilia, teman se-lab saya nanti di Kyodai, dalam buku karangannya berjudul Rahasia Sukses Berkarier Internasional (Rasberi), 70% – 80% pekerjaan diperoleh melalui jejaringan (networking), dan hanya 5% dari iklan lowongan dan pameran bursa kerja. Pernyataan mbak Aretha memang benar, hampir mayoritas lowongan pekerjaan tentang sustainable energy diposting melalui jejaringan. Hal ini dikarenakan minimnya sumberdaya manusia dalam bidang ini, sehingga dengan memosting lowongan kerja pada jaringan yang tepat, maka sang pencari kerja akan juga memperoleh kandidat yang cocok. Untuk mengatasi masalah ini, silahkan mulai dari sekarang bergabung dengan milis-milis dan jejaring profesional yang bergerak di sustainable energy. Kalau di Indonesia, salah satunya ada METI (Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia) dan Jaringan Mikrohidro Indonesia, sebenarnya masih ada banyak yang lainnya, silahkan di googling ya :) .
Ya, banyak orang yang tidak sadar bahwa ladang sustainable energy sedang tumbuh dengan pesat dan membutuhkan orang yang tepat. Baik dalam bidang engineering ataupun riset, hal ini dikarenakan technology dalam bidang sustainable energy belum sepenuhnya mature dan sedang berkembang. Minimnya SDM di bidang ini menjadikan “harga jual” orang yang memiliki keahlian dalam sustainable energy menjadi tinggi. Boleh dikata gaji yang ditawarkan hampir mendekati perusahaan Migas. Di Indonesia ada banyak perusahaan yang bergerak dalam sustainable energy, seperti Gikoko Kogyo dari Jepang dan Asia Carbon Indonesia yang telah menjadi konsultan sekaligus kontraktor berbagai project energy conservation di berbagai industri besar di Indonesia, dan juga melayani pengerjaan project energi terbarukan seperti biogas, biomasa, wind energy, solar energy, dll, bahkan perusahaan minyak pun sekarang bergeser menggeluti industri ini, misalnya Pertamina dan Chevron yang sekarang bergerak di industri geothermal. Selain industri, tentu saja sektor riset dan akademisi dalam bidang ini juga memiliki ladang yang luas. LIPI dan BPPT adalah salah satu pusat riset negeri yang banyak bergerak dalam bidang ini. Belum lagi kampus-kampus di Indonesia yang jumlahnya ribuan saat ini juga tengah melirik untuk mengembangkan sustainable energy sebagai bagian dari core research mereka
Saya bisa bercerita bahwa karier di bidang sustainable energy sangat cerah karena saya mengalaminya sendiri, ada  banyak tawaran yang saya terima untuk bekerja dalam industri ini, mulai dari bekerja di real industri energi konservasi, LSM hingga bekerja sebagai akademisi. Karier di bidang ini mempunyai prospek yang sangat panjang dan cerah, mengingat masyarakat dunia saat ini mulai menunjukkan kepeduliannya akan pentingnya aplikasi sustainable energy dalam kehidupan mereka. Karena bumi makin rentan akibat pembakaran bahan bakar fosil yang makin menjadi-jadi dalam abad ini. Sekarang, pilihan kembali pada diri Anda masing-masing

Tidak ada komentar:

Posting Komentar